Friday, July 19, 2019

Upacara Kembang Munggaran

Dua tahun, tidak tiga? Empat? Lima? Bahkan saat saya memutuskan untuk mengambil keprofesian psikologi pendidikan, tidak pernah terbersit di dalam pikiran saya untuk bergotong royong bersama banyak orang lainnya untuk membangun sebuah sekolah.

Tepat tanggal 13 Juli 2019 kemarin, kami resmi membuka sekolah dan mengadakan upacara penerimaan siswa dari orangtuanya. Upacara tersebut dinamakan Kembang Munggaran. Apabila di sekolah Waldorf lain ada yang menamakannya sebagai flower ceremony, di Bandung pun disebut seperti itu tapi dalam bahasa Sunda. 

Upacara Kembang Munggaran dibuka dengan pengguntingan janur pada gerbang sekolah dan pembacaan sebuah syair. Acara pun dilanjutkan dengan orang tua yang menghantarkan anaknya hingga pintu gerbang, melepaskannya untuk berjalan sendiri melalui gerbang, hingga diterima oleh gurunya dan anak tersebut diberikan sebuket bunga Matahari serta pouch kecil yang bertuliskan nama mereka masing-masing. Selama prosesi itu, segenap komunitas Arunika menyanyikan lagu Mentari dari Abah Iwan diiringi dengan petikan gitar. Saya dan teman-teman yang harusnya bernyanyi, boro-boro bisa bernyanyi, yang ada pada mewek tak tertahankan!!! Akhirnya saya menyadari kenapa kemarin banyak banget yang memakai kacamata hitam. Ternyata selain untuk menghalau sinar matahari, fungsinya juga untuk biar ga keliatan kalau mata lagi penuh air mata. 

Kami yang menangis, merupakan orang-orang yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dana, dan banyak hal hingga sekolah ini berada seperti saat ini dan pada hari Senin dapat memulai perjalanannya bersama enam orang anak lainnya. Rasanya beneran ga percaya apa yang dua tahun lalu masih diangan dan diimpikan, saat ini sudah berbentuk dan mulai berjalan.

Setelah anak-anak berkumpul di seberang gerbang, kamipun berjalan bersama menuju saung yang merupakan ruangan kelas satu. Anak-anak, orang  tua, serta segenap komunitas yang hadir ikut mendengarkan sambutan yang dibacakan oleh guru kelas satu. Dimulai dari syair berbahasa Sunda, surel yang dikirimkan oleh mentor kami tersayang, hingga sambutan dari guru kelasnya sendiri. Setelah itu juga dilakukan pembicaraan berhubungan dengan apa-apa saja yang akan diberikan dan diterima oleh siswa-siswa nantinya. Setelah pembicaraan ini selesai, acara pun ditutup dengan makan ringan bersama di area saung sekolah yang lain. 

Upacaranya begitu sederhana namun sungguh penuh dengan kehangatan. Saya benar-benar tidak mengira apa yang kami upayakan dari dua tahun yang lalu, mulai terlihat bentukannya. Betapa beruntungnya saya berada di sebuah komunitas yang saling mendukung. Tulisan ini pun ingin saya tutup dengan kutipan dari mentor kami:

Help each other to carry the load, forgive mistakes and be thankful about the learning by mistakes. Be always sure, that everyone is giving the best. Trust that Arunika will overcome all stormy times and that Arunika will have much more wonderful sunny days and years ahead. 



PS. Fotonya didapat dari kumpulan foto milik SD Arunika

0 comments:

Post a Comment

© WANDERER 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis